|
Foto: Huffingtonpost.com |
Pernahkah kamu lihat luka yang selama ini aku sembunyikan di balik bajuku? Kamu tahu? Sudah sejak lama aku menahan perih luka ini. Aku tak mau memberitahukan ini kepada siapa pun. Hanya kamu. Ya, hanya kamu. Kamulah satu-satunya yang aku beritahukan. Apakah kamu bisa menjaga rahasiaku?
Tak hanya menjaga rahasia, bisakah kamu memahamiku?
Memahami luka menahun yang kutahan ini? Luka yang membuatku menjadi seperti ini. Yang selalu saja ingin kuceritakan tapi selalu pula kutahan karena khawatir akan penolakan.
Kadang kupikir, rahasia biarlah tetap menjadi rahasia, luka yang kupunya biarlah kusimpan saja sendiri, tapi rasanya itu tidak mudah lagi bagiku sekarang. Ketika kesulitan dan masalah terus-menerus berdatangan menghimpitku. Aku terdesak. Sesak di dada. Aku butuh pertolongan. Aku butuh dukungan. Dan aku butuh kamu untuk menggenapiku.
Sebab sekarang aku tahu. Kaulah orang yang tepat untuk kubagi rahasiaku. Kaulah yang kuinginkan untuk kubagi rahasiaku. Setelah sekian masa kusimpan di sudut kalbu.
Sudah tiba masanya aku mengakhiri rahasia ini.
“Mas, ada yang ingin kuberitahukan padamu?”
Ada jeda yang terasa begitu lebar di antara kita sekarang. “Ada apa?”
Arrgh, entah kenapa masih terasa berat kuungkapkan. Selalu saja aku harus berjuang keras setiap kali aku berusaha mengungkapkan sesuatu padamu.
“Ngg.. menurutmu..” tak dapat kusembunyikan nafasku. “Bisakah dipahami orang yang terbelenggu oleh luka masa lalunya?”
“Ada apa? Apa yang kamu maksudkan? Mas tidak mengerti.”
“Pernahkah mas merasa terbelenggu oleh kenangan di masa lalu? Dan mas merasa tidak bisa berlaku sesuka yang mas inginkan, karena mas tahu, ada beberapa hal di masa lalu yang menahan mas untuk tidak melakukan perbuatan-perbuatan tertentu?”
“Mas masih belum mengerti. Coba beritahukan apa yang ingin kamu sampaikan. Mas tidak akan marah. Mas janji.”
Lagi – lagi aku harus menghela nafas. Menariknya lagi.
“Seandainya.. mas memiliki kenangan yang menyakitkan, tapi tidak bisa mas lupakan sampai kapanpun. Meskipun berkali – kali mencobanya,” kuhela nafas lagi “kenangan itu membuat mas selalu berpikir setiap kali akan melakukan sesuatu, atau mengambil suatu keputusan”
Dan sekali lagi, kamu hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihatku berbicara seperti itu.
“Ada apa sayang? Adakah luka dari masa lalumu yang masih saja terasa sakit hingga sekarang?”
Aku menggangguk. Sepertinya kini kamu mulai mengerti.
Hufff… kali ini nafasku menghembus lebih keras dari yang tadi.
“Sangat sakit, mas. Hingga sering aku merasa sesak hanya dengan mengingatnya. Aku tak ingin mengingatnya. Tapi ingatan itu datang begitu saja. Bisakah kamu pahami itu, mas? Bisakah kamu menerima diriku yang seperti itu? Kenangan itu yang sering buatku ragu untuk membuka hatiku seutuhnya. Percaya seutuhnya”
Aku merasa takut tiba – tiba. Tapi, bagaimana pun aku sudah mengatakannya.
Kamu hanya tersenyum menanggapiku berbicara seperti itu. Apakah aku sudah salah ketika membicarakan ini kepadamu? Apakah aku sudah mengecewakanmu?
Tak pernah kusangka akan seperti ini jawaban yang kuterima darimu. Perlahan namun pasti, air mata turun dari kedua mataku.
“Mas pikir kamu akan berbicara hal lain.” Kamu tertawa pelan melihatku seperti ini. Aku kini meradang menerka-nerka lakumu. “Sudahlah, sayang. Semua yang sudah terjadi, biarlah menjadi kenangan yang tak perlu kamu usik-usik lagi.”
Aku tertegun. Menatap kedua bola matamu yang kini terasa sangat teduh.
“Apa yang sudah menjadi kenangan, biarlah ia menjadi kenangan. Mas tidak ingin membuka dan mengingat-ingat masa lalu dan malah membenamkanmu dalam keraguan yang berkepanjangan. Mas tidak mau. Jadi…”
Aku menunggumu. Apa yang ingin kamu sampaikan mas?
“Jadi, sudahlah, pegang tanganku erat, genggam dengan tulus. Jika kamu memang masih membutuhkan waktu untuk sembuh dari rasa sakitmu. Mas akan menunggu dengan sabar. Mas akan tetap menemanimu sampai saat itu tiba.”
Apakah aku sedang bermimpi? Mana mungkin ada seorang lelaki yang mau disakiti terus-menerus? Apakah aku terlampau berhati batu membiarkan ia yang mencintaiku sakit begitu saja sembari menunggu lukaku sembuh?
“Kamu jangan bercanda, Mas. Kamu tidak akan sanggup.”
“Jika memang mas nanti jatuh di persimpangan jalan. Kuatkan mas. Bukankah memang seharusnya begitu?
Cinta itu menguatkan. Dan begitu juga mas sekarang, di saat kamu tengah dalam keraguan, mas ingin menguatkanmu. Maukah kamu mengizinkan mas melakukan itu?
Mataku berkedip sejenak. Menatap mata teduhmu. Tanpa ragu aku mengangguk
13 Januari 2012
Tulisan duet with Teguh Puja