Bicara 21 April berarti bicara tentang RA Kartini, tokoh emansipasi yang lahir pada tanggal tersebut. Bicara emansipasi yang terbayang di benak adalah persamaan dan kesetaraan hak perempuan dan laki-laki. Namun benarkah demikian?
Emansipasi berasal dari bahasa latin “emancipatio” yang artinya pembebasan dari tangan kekuasaan. Di zaman Romawi dulu, membebaskan seorang anak yang belum dewasa dari kekuasaan orang tua, sama halnya dengan mengangkat hak dan derajatnya.
Dalam kenyataannya, makna emansipasi semakin bergeser. Begitupun perjuangan RA Kartini yang salah dimaknai oleh perempuan-perempuan masa kini. Emansipasi yang lebih menekankan pada kesetaraan yang cenderung ingin menyaingi laki-laki, namun mengabaikan fitrah wanita sejati sebagai seorang ibu.
***
Pada masa Kartini kecil dulu, setelah tamat dari Sekolah Dasar, kaum perempuan tidak diizinkan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Begitupun Kartini kecil. Beliau dipingit sambil menunggu waktunya untuk dinikahkan. Bukan buatan sedihnya Kartini waktu itu. Tapi ia tidak berani menentang karena takut dianggap durhaka.
Untuk menghilangkan kesedihannya, Kartini mengumpulkan buku-buku pelajarannya untuk dibaca. Dari situlah kegemarannya akan membaca muncul. Tidak hanya buku, tapi juga surat kabar. Melalui buku-buku yang dibacanya, Kartini tertarik pada kemajuan berfikir wanita Eropa, dalam hal ini Belanda yang waktu itu masih menjajah Indonesia. Timbul keinginan Kartini untuk memajukan wanita Indonesia. Kartini mulai mengumpulkan teman-teman wanitanya untuk diajarkan tulis menulis dan ilmu pengetahuan lainnya. Ditengah kesibukannya ia tidak berhenti membaca dan juga menulis surat dengan teman-temannya yang berada di negeri Belanda.
Pada masa itu pula, Alqur'an belum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia apalagi Jawa. Hingga rasa ingin tahu Kartini akan makna kandungan Alqur'an yang dibacanya tidak terpenuhi. Sehingga dalam suratnya kepada Stella Zihandelaar bertanggal 6 November 1899, RA Kartini menulis;
Mengenai agamaku, Islam, aku harus menceritakan apa? Islam melarang umatnya mendiskusikan ajaran agamanya dengan umat lain. Lagi pula, aku beragama Islam karena nenek moyangku Islam. Bagaimana aku dapat mencintai agamaku, jika aku tidak mengerti dan tidak boleh memahaminya?
Alquran terlalu suci; tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apa pun, agar bisa dipahami setiap Muslim. Di sini tidak ada orang yang mengerti Bahasa Arab. Di sini, orang belajar Alquran tapi tidak memahami apa yang dibaca.
Aku pikir, adalah gila orang diajar membaca tapi tidak diajar makna yang dibaca. Itu sama halnya engkau menyuruh aku menghafal Bahasa Inggris, tapi tidak memberi artinya.
Aku pikir, tidak jadi orang soleh pun tidak apa-apa asalkan jadi orang baik hati. Bukankah begitu Stella?
RA Kartini melanjutkan curhat-nya, tapi kali ini dalam surat bertanggal 15 Agustus 1902 yang dikirim ke Ny Abendanon.
Dan waktu itu aku tidak mau lagi melakukan hal-hal yang tidak tahu apa perlu dan manfaatnya. Aku tidak mau lagi membaca Alquran, belajar menghafal perumpamaan-perumpamaan dengan bahasa asing yang tidak aku mengerti artinya.
Jangan-jangan, guruku pun tidak mengerti artinya. Katakanlah kepada aku apa artinya, nanti aku akan mempelajari apa saja. Aku berdosa. Kita ini teralu suci, sehingga kami tidak boleh mengerti apa artinya.
Takdir mempertemukan Kartini dengan Kyai Sholeh Darat. Pertemuan terjadi dalam acara pengajian di rumah Bupati Demak Pangeran Ario Hadiningrat, yang juga pamannya. Dalam pengajian itu, Kyai Sholeh Darat memberikan ceramah tentang tafsir Al-Fatihah.
Kartini yang selama ini tidak bisa mengerti makna dari ayat-ayat Alqur'an yang dibacanya pun tertegun. Selesai pengajian, Kartini mendesak pamannya untuk menemaninya menemui Kyai Sholeh Darat. Sang paman tak bisa mengelak, karena Kartini merengek-rengek seperti anak kecil. Berikut dialog Kartini-Kyai Sholeh seperti yang dituliskan Nyonya Fadhila Sholeh, cucu Kyai Sholeh Darat.
"Kyai, perkenankan saya bertanya bagaimana hukumnya apabila seorang berilmu menyembunyikan ilmunya?" Kartini membuka dialog.
Kyai Sholeh tertegun, tapi tak lama. "Mengapa Raden Ajeng bertanya demikian?" Kyai Sholeh balik bertanya.
"Kyai, selama hidupku baru kali ini aku berkesempatan memahami makna surat Al Fatihah, surat pertama dan induk Al Quran. Isinya begitu indah, menggetarkan sanubariku," ujar Kartini.
Kyai Sholeh tertegun. Sang guru seolah tak punya kata untuk menyela. Kartini melanjutkan; "Bukan buatan rasa syukur hati ini kepada Allah. Namun, aku heran mengapa selama ini para ulama melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al Quran ke dalam Bahasa Jawa. Bukankah Al Quran adalah bimbingan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?"
Dialog berhenti sampai di situ. Ny Fadhila menulis Kyai Sholeh tak bisa berkata apa-apa kecuali subhanallah. Kartini telah menggugah kesadaran Kyai Sholeh untuk melakukan pekerjaan besar; menerjemahkan Alquran ke dalam Bahasa Jawa.
Setelah pertemuan itu, Kyai Sholeh menerjemahkan ayat demi ayat, juz demi juz. Sebanyak 13 juz terjemahan diberikan sebagai hadiah perkawinan Kartini. Kartini menyebutnya sebagai kado pernikahan yang tidak bisa dinilai manusia.
Surat yang diterjemahkan Kyai Sholeh adalah Al Fatihah sampai Surat Ibrahim. Kartini mempelajarinya secara serius, hampir di setiap waktu luangnya. Sayangnya, Kartini tidak pernah mendapat terjemahan ayat-ayat berikut, karena Kyai Sholeh meninggal dunia.
Kyai Sholeh membawa Kartini ke perjalanan transformasi spiritual. Pandangan Kartini tentang Barat (baca: Eropa) berubah.
Sudah lewat masanya, semula kami mengira masyarakat Eropa itu benar-benar yang terbaik, tiada tara. Maafkan kami. Apakah ibu menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa di balik yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal yang sama sekali tidak patut disebut peradaban? Tidak sekali-kali kami hendak menjadikan murid-murid kami sebagai orang setengah Eropa, atau orang Jawa kebarat-baratan.Surat Kartini kepada Ny Abendanon, 27 Oktober 1902
Dan inilah perjuangan/emansipasi RA Kartini yang sesungguhnya
Saya bertekad dan berupaya memperbaiki citra Islam, yang selama ini kerap menjadi sasaran fitnah. Semoga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat agama lain memandang Islam sebagai agama disukai. Surat Kartini kepada Ny Van Kol, 21 Juli 1902
Ingin benar saya menggunakan gelar tertinggi, yaitu Hamba Allah. Surat Kartini ke Ny Abendanon, 1 Agustus 1903
Aku di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan bagi anak perempuan, bukan sekali-kali aku menginginkan anak perempuan menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi aku yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama. Surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902
***
Ada satu potongan ayat dalam Al Qur'an yang begitu membuat Kartini terkesan, yaitu Al Baqarah 257 yang berbunyi minadzh dzhulumaati ilan nuur, yang artinya dari gelap menuju cahaya. [ Allahu waliyyulladziina aamanu yukhrijuhum minadzulumaati ilannuur (Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia Mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran), kepada Cahaya ( Iman ) ]
Begitu berkesannya ayat itu hingga ayat itu sering digunakan dalam surat-suratnya kepada sahabat-sahabatnya di Belanda. Itulah mengapa surat-surat RA Kartini yang dibukukan diberi judul Habis Gelap Terbitlah Terang.
Begitu berkesannya ayat itu hingga ayat itu sering digunakan dalam surat-suratnya kepada sahabat-sahabatnya di Belanda. Itulah mengapa surat-surat RA Kartini yang dibukukan diberi judul Habis Gelap Terbitlah Terang.
Referensi:
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/04/01/m1s02v-ra-kartini-dan-islam
afrili.blogspot.com
kolom-biografi.blogspot.com
Izzatul Jannah dalam buku Berjuta Hidayah bab Air Mata Ibu halaman 107
Sumber gambar:
republika.co.id
Tentang siapa ini, Kaze? :D
ReplyDeleteAllahu waliyyulladziina aamanu yukhrijuhum minadzulumaati ilannuur ...
ReplyDeleteAllah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia Mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran), kepada Cahaya ( Iman )
DeleteTerimakasih telah melengkapi, bro :)
ternyata si kaze nyangkut disini! Kartini sebenarnya adalah tokoh yahudi!. saya juga pernah baca cara2 dia mengkristenisasikanya
ReplyDeleteUps! Hati-hati sebelum menjudge, bro. Bisakah Anda berikan sumbernya?
ReplyDeletePerjuangan RA Kartini adalah agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.
Dalam suratnya kepada Ny Van Kol, tanggal 21 Juli 1902, Kartini juga menulis; Saya bertekad dan berupaya memperbaiki citra Islam, yang selama ini kerap menjadi sasaran fitnah. Semoga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat agama lain memandang Islam sebagai agama disukai.
Lalu dalam surat ke Ny Abendanon, bertanggal 1 Agustus 1903, Kartini menulis; "Ingin benar saya menggunakan gelar tertinggi, yaitu Hamba Allah.
hadoh..hadoh.. komentar2 di sini kritis semua yah :D sampai2 saya musti riset kecil2an dulu sebelum komen ini.. :D
ReplyDeleteAda benang merah yang menghubungkan dua pendapat di sini..
Sosok R.A. Kartini di postingan ini menunjukkan Kartini ketika baru terbuka mata-hati-dan pikirannya akan keluarbiasaan Islam. Maka cita2nya untuk menyebarkan Islam dan tafsir terjemahan Quran patut diacungi jempol.
Ini mengingat, peradaban feodal jawa masa itu benar2 membuat umat ber-Islam secara bodoh.. disuruh ber-Islam tapi gak boleh nerjemahin tafsir Quran.
Ini mirip dengan cara Islamnya kaum feodal Saudi masa kini.. mereka memfitnah Islam dengan menginjak2 martabat perempuan. (perempuan nyetir mobil sendiri, dihukum atas nama agama, dan banyak lagi fitnah2 keji terhadap Islam oleh kerajaan bani israel ini)
Jadi, di titik ini semangat R.A. Kartini adalah semangat yang sesuai dengan napas Islam.
Sayangnya, karena ketika itu orang-orang intelek langka..jadinya R.A. Kartini tidak punya banyak pilihan untuk "curhat ilmiah" selain dengan orang-orang Belanda. Sayangnya lagi.. justru orang-orang Belanda Freemasonis-lah yang dikenal dekatnya.. sehingga ..ketika pemahaman agama Kartini tercemar dengan sempurna oleh tokoh2 Freemason tsb. {di surat2 terakhirnya, Kartini mulai tertarik okultisme, kontak dengan arwah alias sebenarnya para jin kafir)
Bisa disimpulkan, R.A. Kartini bukanlah tokoh Freemason, melainkan tokoh intelek Indonesia yang jadi korban penyesatan Freemason. Allahua'lam. :)
Alhamdulillah.. Makasih, kang, atas komentarnya yang berharga :)
ReplyDeleteThanks for visited :)
ReplyDeletemiris juga sih law ngebandingin antara perjuangan beliau dengan keadaan wanita jaman sekarang...!!! T-T
ReplyDeletekalau seperti ini, pantas lah ia menjadi pejuang emansipasi. besar jasanya.
ReplyDelete