Sakit. Kecewa. Sedih. Marah. Dan lain - lain perasaan akibat kenyataan tak sesuai rencana dan impian adalah hal yang manusiawi saya rasa. Siapa sih yang tak sedih kalau harus kehilangan orang - orang yang kita sayangi dan cintai? Siapa yang tak kecewa bila dikhianati dan disakiti? Siapa yang tak marah bila ... ??? bla.. bla.. bla..
Tapi toh pada akhirnya, kita tetap harus kembali "normal" dengan realita yang ada. Harus "nrimo". Ya, meski tahap penerimaan tiap orang tidak sama. Ada yang butuh waktu lama. Ada pula yang mampu segera bangkit dan lepas dari kungkungan rasa kecewa, marah dsb tersebut.
Anda Mungkin pernah membaca "Kupinang Engkau dengan Hamdalah"-nya M. Fauzil Adhim. Di salah satu bab bukunya ( saya lupa halaman berapa, karena buku tersebut juga telah saya hadiahkan :) beliau mengatakan bahwa ketika kita merasa kecewa, sedih, marah, bukanlah hal yang bijak bila kita terburu - buru "membunuh" rasa itu.
Kenapa? Karena hal itu tidak akan bertahan lama. Ketika suatu saat memori kita teringat kembali akan hal itu, perasaan tersebut akan bertambah dua kali lipat.
Beda halnya bila kita membiarkan semuanya mengalir begitu saja. Meski perlahan, rasa itu akan terkikis, terkikis, dan akhirnya hilang sama sekali
Sama seperti Anda, saya juga berkali kali mengalami kegagalan dan kekecewaan dalam hidup. Dan saya menemukan bahwa apa yang dikatakan M. Fauzil Adhim itu benar adanya
Kita memang tidak bisa melupakan semua kejadian yang tidak menyenangkan dalam hidup. Kuncinya adalah; Kita tak perlu mengingat - ingat kejadian tersebut kecuali lintasan waktu membawanya kembali ke dalam ingatan kita.
Sejenak.
Hanya sejenak