Siang tadi saat jam istirahat, saya mampir sebentar ke kedai yang menjual puding, jus dan salad.
Udah agak lama juga gak ngerasain produk homemade mereka yang alhamdulillaah cocok di lidah saya.
Saya pindai freezer, mencari puding varian coklat yang jadi kesukaan. Alhamdulillah, masih ada satu cup di rak paling bawah.
Saya ambil dan bawa ke kasir sembari mengeluarkan selembar hijau dua puluhan, tetapi mata masih melirik ke freezer yang memang dekat dengan kasir. Pengen salad buah juga nii.
Jadilah saya ambil satu cup dari rak. Saya buka dompet kembali mencari pecahan 7000. Ternyata uangnya nggak cukup, kurang seribu. Mau saya tukar dengan lembaran biru, tapi kasir yang juga ownernya menolak.
"Gapapa," katanya, sementara saya masih mengorek-ngorek dompet yang tebal lebih karena kertas entah apa aja. (Woyy, buka rahasia pula! 😆)
Baiklah. Alhamdulillah. Barakallah. Semoga Allah membalas seribu rupiah itu berkali-kali lipatnya.
Saya senang menemukan pedagang yang nggak perhitungan seperti ini. Memang benar, ketika kita menghargai uang kecil semisal nominal seribu rupiah, jika dikumpulkan sebanyak 100 lembar atau keping, tentu powernya sama dengan selembar merah dua tokoh proklamator.
Tapi di sisi lain, ketika kita nggak pelit dengan si kecil ini, bukan mustahil kita akan mendapatkan berkali lipatnya. Karena pembeli yang senang tentu akan kembali, hingga terjadilah repeat order alias pembelian yang berulang.
Di sisi lain, ada juga pedagang yang 500 rupiah pun nggak boleh kurang, pelitnya setengah mati. Tapi ketika lima ratus kita lebih di dia, oke-oke aja tuh. Dan besoknya kita malas beli lagi di dia.
Seribu rupiah bisa menjadi berkah dan sebaliknya, tergantung dari cara kita menyikapinya.
Ngomong-ngomong, ada yang tau nggak misteri dari kancing Pattimura yang dilingkari?
Sabang, 23 Maret 2022
Whatever you do, do it with 💕